Bukan hanya baur nama, kita adalah sederet nama yang menggema pekat makna Dengan gemilang tepuk dan pukau Barangkali, lewat riak kata dan sunyi spasi sajak, ku ceritaakan padamu tentang hari ini, Kemarin dan kemarin Siapa sangka, bersama kita bersyahda suarakan asa, melingkar, menyambung percaya tetirah perjuangan. Ini seperti kemarin dan…

Saat almanak mengingatkan tentang mangkus mantra masa lalu. Rindu, kian menjelma sendu. saat arunika telah menyinari setiap penjuru semesta semenjana langkahku menuju ruang anjangsana sirna, hanya nestapa, yang pekat fatamorgana. F 2 A D -dari arsip puisi 2018

huruf-huruf menggigil di tubuh buku, sang empu hanya menerka tak ada kisah yang bisa ia baca pagi tadi benci menerobos dari sela-sela jendela ruam dalam ingatan, meruntuhkan pertahanan memberi tanda kekosongan, lalu usang, berdebur lepaskan amuk redam. Bersenandunglah bait-bait nurani, uraikan segala resah yang mengalir dalam kesunyian menulislah dengan seikat memori sebagai dongeng yang lumrah dengan nafas yang lirih dan abjad

Kita di sini dengan alasan yang selalu punya makna. Hadirnya kita selalu punya arti dan peran yang tidak disangka-sangka. Walau sulit meniti langkah untuk tetap tegak, walau pedih hati menyimpan harap, walau derai yang tak pernah reda serta keluh yang menghiasi jalan cerita. Kita selalu punya sesuatu untuk berpegangan. entah…

Pada suatu permulaan, kita bukan apa-apa. Layaknya larik-larik puisi yang bersembunyi dibalik catatan empunya Pada suatu permulaan, kita hanya keliru yang bermukim dibalik nyaman. Mencoba meniti langkah pada jalan yang sunyi Pada suatu permulaan kita hanyalah pasrah yang harapnya melambung, memeta pada celah jemari yang lekat menderma Pada suatu permulaan kita adalah luka yang tak pernah kering, jatuh dan lumpuh berbaring.

Perihal segala yang telah kau lalui, aku bersyukur dan mengapresiasi tentang tabah lalu rasa tak mau menyerah yang kau genggam erat-erat. Aku tau semuanya tidak mudah. Apalagi saat rasa takut mulai memeluk tubuhmu hingga kau mengapar di rundung kekalutan, semua lelah selalu kau utarakan dalam sanubari yang dalam seolah didalamnya…

Saat asa yang semula tertata runtuh tiada makna, saat mimpi yang didambakan berubah menyesakan. Semuanya samar, kamu marah, merasa kalah lalu menyerah. tapi tunggu, kata siapa kamu tidak mencapai apa-apa? karena, tidak ada yang bilang bahwa dirimu harus ideal. Tidak ada yang menuntut mu untuk menjadi sempurna. Karna pencapaian itu…

Pada celah jendela luka, senyummu perlahan sirna Rotasi menggiring mu menjauh. Jauh, sampai tak bisa ku cium euforia dari Rona kulitmu Sirna, Hingga tak kujumpai kembang api yang meledak dari kedua galaksi itu. Angkara, sudah lama tak bersua Sudah habis waktuku untuk bercerita, Tentang kastil indah kita. Garis waktu yang memenggal kita kau sangka, takdirlah namanya. Jangan kau murka, bila nanti kau temukan aku singgah di dermaga yang jelita. Sudah cukup kita bersenandika Tibalah saatnya bersuka dan bercita.